Sabtu, 29 November 2008

Individual Performance

oleh Sopyan Haris

Ketika saya mencoba memahami istilah Individual Performace, yang muncul dalam benak saya adalah tampilan kemampuan pribadi seseorang. Dalam bahasa yang lain, istilah tersebut menurut saya adalah se-arti dengan Profile Pribadi secara profesional. Tampilan performance secara professional ini identik dengan kemampuan seorang pribadi yang memiliki status formal.

Dalam dunia kerja, Individual Performance dipengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu Internal factor (competency) dan external factor. Internal factor merupakan factor-faktor dalam diri seseorang yang dapat bersifat berkembang pada sesorang secara pribadi. Artinya, kompetensi ini bukan merupakan hal yang statis. Masih bisa dikembangkan lagi melalui tahapan yang namanya belajar. External factor merupakan factor-faktor dari luar yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak pada pribadi ini. Kenyamanan yang dirasakan akibat situasi yang kondusif dari luar memberikan dorongan untuk produktif dan loyal. Internal factor relative mudah untuk dikontrol. Yang mengetahui persis persoalan tentang internal factor ini adalah yang bersangkutan sehingga bila merasa ada yang kurang terhadap satu hal, maka yang bersangkutan secara pribadi memberikan dorongan terhadap diri sendiri untuk belajar.

Sedangkan external factor relative tidak mudah dikontrol. Karena factor ini berasal dari luar dan tidak selamanya kapasitas seseorang mampu mengubah atau memperbaiki external factor tersebut. Maka faktanya justru ironi, yaitu bahwa external factor ini yang berbalik akan mempengaruhi pribadi seseorang untuk loyal. Dan, loyalitas ini tidak bersifat statis. Artinya ada kalanya loyalitas tinggi bernilai positif, ada kalanya juga loyalitas menjadi rendah atau bahkan negative dan bersifat kontraproduktif. Sebagai contoh dalam proses industry produksi pakan ternak misalnya, loyalitas negative ditunjukkan dengan memasukan benda keras (palu, tank) ke dalam hammer mill yang sedang bekerja. Yang akan terjadi adalah tindakan tersebut justru kontraproduktif. Proses produksi akan terganggu.

Bila dibedah lebih lanjut tentang factor-faktor yang menyebabkan naik turunnya loyalitas, maka ada banyak hal yang bisa disebutkan. Saya pribadi hanya mampu menyebutkan sedikit faktor, yaitu :

1. Kenyamanan situasi kerja
2. Kepantasan keseimbangan hak dan kewajiban
3. Keterbukaan peluang pengembangan diri dan aktualisasi diri (saluran perkembangan karier).

Saya sangat tertarik dengan factor nomor 3 di atas. Sedapat apapun seseorang berdalih memutarbalikkan argumentasi untuk menerima keadaan saat ini dan terkesan hidup tanpa target tanpa obsesi, di hati kecilnya tetap ada perasaan kecewa. Produktifitas kerja, prestasi kerja tentunya sinergis dengan konsep pengembangan karir. Saya beberapa kali mendengar pendapat yang menyatakan bahwa loyalitas itu tidak perlu sepenuhnya kita keluarkan saat kita masih bekerja dengan orang lain.

Bagaimana dengan Anda ????

Rabu, 19 November 2008

Faktor yang Menyebabkan Telur Menjadi Pucat

Faktor yang Menyebabkan Telur Menjadi Pucat[1]
Sopyan Haris [2]

Pengantar
Pertama kali kejadian telur menjadi pucat ditemukan pada tahun 1944. Saat itu, Steggerda dan Hollander sedang membersihkan kotoran yang melekat pada telur dari ayam Rhode Island Red. Ketika dilakukan penggosokan, beberapa pigmen coklatnya juga turut tergosok, dan bila telur tersebut digosok lebih keras maka sebagian besar pigmennya juga ikut tergosok. Namun hal ini tidak terjadi pada telur yang permukaannya mengkilap.

Hal ini sudah diketahui dengan baik bahwa tidak ada factor tunggal yang menyebabkan kehilangan pigmen kerabang pada telur berkerabang coklat. Pada telur broiler breeder, pigmentasinya lebih bervariasi dibandingkan pada layer komersil. Pada flock broiler breeder sudah umum tentang adanya variasi pada pigmentasi kerabang, yang diakibatkan oleh perubahan warna dari coklat tua menjadi hampir putih. Kekontrasan warna ini terjadi karena adanya seleksi genetic dari telur coklat yang seragam dalam flock broiler breeder merupakan sedikit perbandingan yang penting terhadap ayam layer komersil.

Sebagian besar peneliti peternakan memahami bahwa hilangnya pigmen kerabang pada telur coklat bisa disebabkan oleh banyak factor. Namun demikian masih banyak individu membuat kesimpulan yang keliru dan mengatakan bahwa kasus diatas disebabkan hanya oleh satu faktor. Penyebab yang paling sering disebutkan adalah bronchitis. Pernyataan-pernyataan seperti “Saya tau ayam saya terkena bronchitis karena kerabang telurnya pucat” sering terdengar di lapangan. Pernyataan-pernyataan tersebut dibuat bahkan tanpa pengetahuan tentang titer antibody terhadap bronchitis, jadwal vaksinasi bronchitis atau pengetahuan yang mendukung nekropsi.

Lebih sering kasus hilangnya pigmen kerabang bukan karena bronchitis tetapi karena factor-faktor penyebab stress yang terjadi pada flock itu. Contohnya, ayam yang ketakutan, adalah salah satu penyebab yang umum hilangnya pigmen. Kehilangan pigment ini tidak berhenti sampai semua factor yang mempengaruhi dapat ditemukan sehingga penyebab yang pasti dapat diidentifikasi dan masalah dapat diselesaikan. Pada banyak kasus yang terjadi secara periodic, kehilangan pigmen pada flock itu tidak dapat diidentifikasi penyebabnya.

Artikel ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan membicarakan tentang bermacam-macam factor yang diketahui memiliki kontribusi terhadap hilangnya pigmen kerabang. Ulasan secara umum, bagaimanapun adalah tentang pigmen tersebut dan proses-proses yang terlibat di dalam deposisi, untuk membantu kita lebih memahami permasalahan tentang pigmentasi kerabang.
Susunan Kerabang Dan Disposisi Pigmen

Ketika telur mencapai saluran reproduksi yang disebut uterus, telur berdiam di uterus selama 20 jam. Selama 20 jam tersebut kerabang telur akan terbentuk, sebagian besar terdiri atas calcium carbonate (CaCO3), masuk ke dalam membrane sel membentuk putih dan kuning telur. Begitu formasi sel tersebut berkembang pada layer komersial, sel epitel membatasi permukaan uterus untuk mensintesis dan mengakumulasi pigmen. Tiga pigmen utamanya adalah biliverdin-IX, zinc chelate biliverdin-IX dan protoporphyrin-IX.

Pigmen yang paling banyak ditemukan pada telur layer komersial berwarna coklat adalah protoporphyrin-IX. Pigmen protoporphyrin-IX hanya sampai 3 – 4 jam akhir pembentukan kerabang ketika semua pigmen yang terakumulasi ditransfer ke sekresi cairan viscus yang kaya protein yang disebut kutikula. Derajat kecoklatan telur ayam tergantung pada kuantitas pigmen yang secara langsung terkait dengan kutikula. Kutikula yang kaya pigmen disimpan dalam kerabang telur dalam kisaran waktu yang sama dengan waktu yang dibutuhkan deposisi sel mencapai platea, yaitu sekitar 90 menit sebelum oviposisi (saat telur dikeluarkan).

Bagaimanapun, distribusi pigmen tidaklah seragam diseluruh ketebalan kerabang. Bahkan jika kerabang telur mengandung banyak pigmen, kontribusinya pada intensitas warna coklat tidak dapat dibandingkan dengan intensitas yang ada pada kutikula.

Faktor-Faktor Yang Bertanggung Jawab Terhadap Pucatnya Kerabang Telur

Stress. Sejak sebagian besar dari pigmen berada di kutikula, segala sesuatu yang mengganggu kemampuan sel epitel pada sel glandula untuk mensintesis kutikula akan berpengaruh terhadap intensitas dari pigmentasi kerabang telur. Keadaan ini terjadi selama 3 sampai 4 jam akhir deposisi kerabang sejak beralngsungnya siklus pembentukan telur dimana sintesis kutikuladan akumulasi terjadi dengan sangat cepat.

Pemicu stress pada flock ayam seperti kepadatan tinggi pada battery, penanganan, suara bising, dan sebagainya, akan menghasilkan pengeluaran hormone stress, khususnya hormone epineprin. Hormon ini, ketika dikeluarkan ke dalam darah akan menyebabkan proses peneluran menjadi mundur dan penghentian pembentukan kelenjar kutikula pada kerabang. Faktor pemicu stress di atas, yang mana menyebabkan ayam menjadi gelisah dan takut dapat menyebabkan kerabng telur yang diproduksi menjadi pucat. Kepucatan sering dihasilkan oleh tidak terbentuknya deposisi calcium carbonat (CaCO3) pada formasi kutikula.

Umur ayam. Terdapat keterkaitan antara umur ayam dengan penurunan intensitas pigment telur kerabang coklat. Alasan nyata untuk hal ini tidak diketahui. Hal ini dimungkinkan akibat pigment dengan kuantitas yang sama harus didispersikan pada permukaan telur yang semakin besar sejalan dengan bertambahnya umur ayam atau menurunnya sintesis pigmen.

Zat Kemoterapi. Penurunan pigmentasi kerabang telur yang cepat secara umum sejalan dengan adanya pemakaian obat pada ayam, misalnya sulfonamide. Penggunaan Coccidiostat Nicarbazin misalnya, pemberian dosis 5 mg per hari dapat menyebabkan telur menjadi pucat dalam 24 jam. Bila dosisnya lebih dari 5 mg per hari maka akan menyebabkan depigmentasi pada kutikula kerabang telur.

Penyakit. Penyakit yang diakibatkan oleh virus seperti ND dan IB dapat mempengaruhi produksi. Virus memiliki afinitas (daya lekat) yang spesifik pada membrane mukosa dari saluran pernafasan dan saluran reproduksi. Karena inveksi virus secara langsung merusak saluran reproduksi, maka secara tidak langsung telur juga akan mengalami dampaknya. Sehingga total jumlah telur yang diproduksi akan turun, kerabang telur menjadi tipis, pucat dan memiliki kontur permukaan yang tidak rata. Kualitas internal telur juga turut terpengaruhi (putih telurnya lebih encer). Akhirnya problem produksi dan kualitas telur terjadi sepanjang periode produksi.

Kesimpulan
Sebagian besar pigmen kerabang telur terdapat pada kutikula dan bagian luar dari kalsifikasi kerabang telur. Pembentukan formasi kutikula yang premature akibat hormon stress (hormone epineprin) akan menyebabkan telur menjadi pucat. Umur ayam, penggunaan zat kemoterapi dan adanya penyakir akibat virus juga menyebabkan menurunnya pigmentasi kerabang. Jadi tidak berarti bahwa kerabang pucat merupakan tanda utama ayam terkena IB. Memang salah satu tanda penyakit IB adalah telurnya berwarna pucat.


[1] Artikel disampaikan kepada Bulletin Service CPI
[2] Technical Support PT. Charoen Pokphand Indonesia-Surabaya

Kalsium, Waktu Bertelur dan Kualitas Kerabang

Kalsium, Waktu Bertelur dan Kualitas Kerabang

Oleh Sopyan Haris
(Disarikan dari beberapa sumber)

Kualitas kerabang sangat ditentukan oleh ketersediaan jumlah kalsium yang berada di saluran reproduksi selama formasi pembentukan telur. Pengetahuan awal tentang saat peneluran dan waktu pembentukkan telur dapat membantu kita untuk mengadaptasikan pola pemberian pakan untuk memberikan ketersediaan kalsium yang cukup sesuai yang ayam butuhkan.

Gambar Saluran Reproduksi Ayam Betina

1. Yang perlu diingat tentang pembentukkan telur
a. Ovulasi : ovulasi terjadi sekitar 5 sampai 10 menit setelah terjadi peneluran (proses keluarnya telur) dari telur sebelumnya.
b. Masuk ke uterus : setelah terjadi sekresi putih telur dan kulit membrane, selanjutnya telur akan masuk ke dalam uterus sekitar 5 jam setelah ovulasi.
c. Hidrasi albumen : terjadi sekitar 6 jam
d. Deposisi kalsium : terjadi dalam 2 fase, yaitu
i. Fase pertama à Selama 5 jam awal saat masuk ke uterus, Kristal kalsium mulai terbentu
ii. Fase kedua à 10 sampai 12 jam setelah ovulasi, 90% dari kalsium terdeposit pada kerabang telur sekitar 180 – 200 mg kalsium/jam.
e. Pigmentasi : untuk petelur coklat, deposisi pigmen (ooporphyrins) terjadi pada akhir pembentukkan kerabang.
f. Pembentukan kutikula : kutikula kerabang terbentuk selama 2 jam akhir

2. Waktu (saat) ayam bertelur
Saat peneluran ditentukan oleh saat waktu cahaya mulai off (lampu dimatikan mati).

3. Proses pembentukan kerabang
Saat program pencahayaan terjadi selama 16 jam, sekitar 40% ayam tersebut telah menyelesaikan penimbunan kalsium saat lampu dinyalakan. Secara rata-rata ayam mulai mengalami proses pembetukan kerabang 4 jam sebelum lampu dimatikan. Proses kalsifikasi kerabang utamanya terjadi saat malam.
Ayam petelur coklat akan menghentikan proses kalsifikasi saat lampu mulai dinyalakan.

4. Yang perlu diingat tentang proses pembentukan kerabang
Selama proses pembentukan kerabang telur, ayam akan menggunakan kalsium yang tersedia pada saluran pencernaan yang dipecah oleh sekresi asam hidroklorik yang melimpah. Ketika ketersediaan kalsium tidak cukup maka cadangan yang berada pada tulang mulai digunakan (saat tersebut kalsium dideposisi dan fosfor-nya dihilangkan oleh ginjal). Bila ayam banyak menggunakan cadangan kalsium pada tulang dalam jangka waktu lama maka kualitas kerabang telur akan tampak buruk.
Kualitas kerabang tergantung pada jumlah kalsium yang tersisa di gizzard saat lampu mulai menyala.

5. Bagaimana meningkatkan kualitas kerabang
Beberapa metode dapat membantu meningkatkan jumlah kalsium pada gizzard mempunyai efek positif terhadap kualitas kerabang (kekuatan dan warna kerabang) dan membantu penyediaan kalsium setelah lampu mulai menyala.
Beberapa saran untuk meningkatkan kualitas kerabang:
1. Disarankan memberikan pakan lebih banyak pada sekitar 6 jam sebelum lampu mulai dimatikan.
2. Aturlah sedemikian rupa agar tempat pakan kosong pada tengah hari yang panas agar menjelang sore ayam akan lebih banyak makan.
3. Bila ada kasus drop feed intake, maka tambahkan pencahayaan 1 sampai 2 jam. Penambahan lampu ini dapat dilakukan tengah malam minimal setelah ayam mengalami istirahat 4 jam (4 jam setelah lampu mati).
4. Pastikan bahwa kandungan kalsium dalam pakan minimal 70% nya berupa partikel sekitar 2 – 4 mm agar lebih lama berada pada gizzard dan tersimpan pada malam hari.
5. Sediakan 30% kalsium dalam bentuk yang siap dicerna dan mudah tersedia saat lampu mulai menyala.

Selama musim panas, heat stress dapat memperlambat waktu peneluran, utamanya bila ayam mengalami panting. Panting menyebabkan plasma darah kekurangan C02 dan bicarbonate. Konsekuensinya adalah waktu peneluran akan mundur. Penambahan pencahayaan pada tengah malam (midnight lighting) dan pemberian pakan di awal pagi yang dingin sekitar jam 4 atau 5 pagi dapat membantu mempertahankan kualitas kerabang.

Sopyan Haris
Penulis adalah Staf Technical Service and Customer Relation
PT Charoen Pokphand Indonesia - Surabaya

Perunggasan Indonesia 2008 : “Bertahan di Tengah Badai”

Perunggasan Indonesia 2008 : “Bertahan di Tengah Badai”[1]

Oleh : Sopyan Haris [2]


Krisis Energi Dunia

Kita ingat betul, 10 tahun yang lalu perunggasan Indonesia masuk dalam 10 besar industri yang mengalami keterpurukan terparah akibat krisis moneter Indonesia. Bersama industri manufacture dan real estate, perunggasan merupakan agrobisnis yang langsung terkena dampak akibat krisis moneter. Saat itu, dua faktor utama yang menjadi penyebab adalah ketergantungan pada sumber daya import dan efek lanjut dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap US$ pada titik terendah sepanjang sejarah (Rp. 14.000/US$) menyebabkan harga bahan baku import menjadi tidak terjangkau.

Sekian tahun kita berbenah, perunggasan mulai menampakkan stabilitasnya. Tetapi tahun 2007 hingga awal tahun 2008 ini, badai itu seolah kembali menerpa dunia perunggasan kita. Bukan lagi US$ yang menjadi penyebab, tepai faktor lain yang juga merupakan penyebab bagi krisis dunia saat ini.

Berawal dari krisis energi pada negara industri maju yang menggunakan bahan bakar fosil akibat cadangan bahan bakar yang semakin menipis, menyebabkan negara penghasil minyak membatasi kuota produksinya, akibatnya harga melebihi batas harga psikologis 100 US$/barrel. Beberapa negara industri tidak tinggal diam, mereka mencoba mengalihkan pada bahan bakar yang bersumber dari bahan yang berkompetisi dengan pangan manusia.

Jagung menjadi pilihan yang murah untuk dijadikan sumber energi oleh dunia industri modern. Padahal produksi jagung dunia tidak bertambah sejalan dengan bertambahnya permintaan ini.

Naiknya harga minyak dunia dan berkompetisinya jagung untuk industri energi dan pangan secara frontal menghantam perunggasan dunia, termasuk Indonesia. Naiknya biaya transportasi perkapalan, naiknya biaya industri berbahan bakar minyak, dan melambungnya harga jagung sangat signifikan menyebabkan kenaikan harga pakan ternak.


Harga pakan ternak dan komoditasnya

Harga pakan ternak mengalami peningkatan yang cukup besar selama satu dua tahun belakangan ini. Kenaikan harga pakan ini otomatis meningkatkan biaya produksi komoditas pangan asal unggas (daging dan telur). Prosentase kenaikan biaya produksi ini belum terimbangi oleh kenaikan efisiensi performance dari peningkatan genetic. Seifisien apapun performance genetic starin komersial saat ini masih belum mampu mengimbangi peningkatan harga bahan baku pakan.

Di pihak lain, kenaikan biaya produksi bahan pangan asal unggas ini juga belum diimbangi dengan kenaikan harga jual. Sehingga anomaly prinsip industri terjadi pada dunia perunggasan kita. Harga komoditas tidak sejalan dengan biaya produksi dan profit margin yang diharapkan. Fenomena ini selalu menarik untuk menjadi bahan kajian.


Pemenuhan Gizi Asal Unggas

Angka konsumsi protein hewani asal unggas penduduk Indonesia masih tetap berada di bawah angka rata-rata konsumsi dunia bahkan juga dibawah angka rata-rata negara ASEAN. Tetapi yang menarik adalah perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat.

Bila kita melakukan survey terhadap 20 orang yang terdekat dengan kita, hampir pasti lebih 17 orang diantaranya sudah memiliki sarana komunikasi mobile. Industri telekomunikasi Indonesia mengklaim hampir separuh dari 250 juta penduduk Indonesia telah memiliki handphone. Bertambahnya volume kendaraan di jalan raya juga turut menjadi bukti bahwa masyarakat Indonesia saat ini tidak semiskin 50 tahun yang lalu.

Ada asumsi yang menyatakan bahwa gaya hidup modern yang terpaksalah yang menghinggapi masyarakat Indonesia saat ini. Pola konsumsi (pembelanjaan uang) bukan diarahkan pada pemenuhan kebutuhan gizi (protein) untuk kecerdasan bangsa, tetapi terpaksa harus diarahkan pada pembelian pulsa dan pelunasan atas tagihan pembayaran kendaraan bermotor.

Sehingga perunggasan Indonesia saat ini seperti dipukul dari depan oleh energi dan harga bahan baku serta ditendang dari belakang oleh pola hidup masyarakat sendiri.


Kondisi Makro Ekonomi

Secara rata-rata, beberapa parameter kondisi ekonomi makro Indonesia cukup menarik investor untuk berinvestasi di Indonesia. IHSG melebihi level 2.000 merupakan angka tertinggi yang pernah di raih Indonesia. Fluktuasi Rupiah juga cukup stabil pada kisaran 9000 sampai 9400 per US $ ini cukup menarik bagi dunia usaha. Namun sayangnya kondisi makro ekonomi tidak diimbangi dengan kondisi mikro ekonomi.

Kucuran kredit dana pihak ketiga yang tersimpan di Bank, sangat sedikit yang tersalurkan pada sektor riil produksi. Kucuran kredit lebih banyak pada kredit-kredit konsumtif (elektronik, kendaraan bermotor dan rumah). Akibatnya sebagian besar masyarakat Indonesia menjadi konsumtif dan tidak produktif.

“Life Must Go On” kata orang bijak. Ya…semua itu harus kita hadapi. Walau badai itu sekarang ada ditengah kita, kita harus bertahan. Kita yakin “Badai Pasti Berlalu”.
[1] Sebuah bahan renungan awal tahun, perjalanan perunggasan Indonesia
[2] Technical Support PT CPI Surabaya - Indonesia

Di tulis pada awal tahun 2008

Ramai-ramai memperbaiki "Raport"

Ada yang unik dalam 2 bulan menjelang tutup tahun 2008 ini. Sebagian rekan-rekan kita mulai "kejar setoran" untuk tujuan menyelesaikan target, guna menuju "happy ending" di akhir tahun 2008.

Berbagai jurus dikeluarkan semua, dari yang normal-normal saja sampai jurus yang agak nyentrik. Yang sudah lumayan cukup, rasanya jantung tidak berdetak kencang. Tapi untuk yang kehilangan omset 4 bulan terakhir, waduh rasanya setiap hari mandi keringat dingin terus.

Ya itulah fenomena di sekitar kita sekarang ini...

Selamat berjuang kawan...